Cermati Prospek perbankan 2023

Jakarta – Perkembangan ekonomi global yang menuju ke arah positif makin memperkuat keyakinan bahwa ekonomi Indonesia akan berkembang lebih baik di 2023. Pemulihan perekonomian yang sudah terjadi sejak 2022 akan terus berlanjut dengan peningkatan aktivitas ekonomi domestik baik itu dari sisi konsumsi maupun dari sisi kegiatan ekonomi produktif sehingga pertumbuhan ekonomi 2023 akan tumbuh di atas angka pertumbuhan pada 2022 sebesar 5,31%.

Apalagi kalau melihat optimisme pelaku pasar terhadap perekonomian nasional yang terus meningkat. Kita melihat saat ini pihak asing (non resident) sudah melihat Surat Berharga Negara (SBN) sebagai instrument investasi yang menguntungkan. Sampai akhir 2022, mereka menjual SBN dalam jumlah besar karena prospek ekonomi dunia yang suram. SBN adalah indikator kredibilitas ekonomi Indonesia. Data menunjukkan bahwa investasi non Resident pada SBN pada Januari 2023 tercatat pembelian netto hampir Rp. 50 triliun. Artinya jika sejak pandemi asing terus menjual SBN, baru sekarang mereka membeli SBN. Secara berangsur-angsur SBN menjadi incaran asing karena prospek ekonomi yang membaik signifikan.

Pertumbuhan ekonomi nasional sangat didukung kinerja perbankan 2022 yang tumbuh solid dan positif. Dari sisi laba, Return on Asset (ROA) mencapai 2,53% karena disokong oleh marjin bunga yang tebal yaitu 4,86%. Indikator risiko kredit perbankan dalam tren yang menurun. Perkembangan resiko kredit perbankan dari waktu ke waktu menurun secara kontinu. Jika pada 2021, NPL perbankan mencapai 3,06%, maka pada akhir 2022 turun menjadi 2,4%.

Dalam pidato di pertemuan tahunan Industri Jasa Keuangan pada awal Februari kemaren, Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar menyatakan NPL yang rendah penting untuk diperhatikan karena Indonesia adalah negara dengan sumber pembiayaan perbankan yang sangat dominan.

Dari sisi rasio kecukupan modal (CAR), saat ini rasionya sangat tinggi yaitu 25,63%. Artinya permodalan bank sudah jauh dari standar internasional yang ditetapkan antara 8% sampai 12% sehingga resiliensi perbankan nasional cukup dapat diandalkan.

Artinya, secara strategis potensi untuk melakukan ekspansi kredit terbuka lebar. Kalau melihat pertumbuhan kredit yang mencapai 11,35% saat ini, sebenarnya kredit perbankan memiliki potensi untuk tumbuh sampai 20%. Secara makro dapat dipastikan bahwa perbankan memberi kontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.

Bagaimana dengan Outlook Industri Perbankan di tahun 2023. OJK menyatakan bahwa pada 2023 industri perbankan diproyeksikan memiliki prospek yang positif dengan perkiraan pertumbuhan kredit antara10% – 12%. Sementara itu pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) diperkirakan 7% – 9%.

Artinya dinamika positif perbankan nasional tahun 2023 dari sisi pendanaan dan penyaluran dana, laba dan likuiditas akan tetap terjaga. Perkembangan positif ini juga diikuti dengan optimisme dari sisi pemerintah dimana pemerintah menargetkan porsi kredit UMKM yang makin besar yaitu 30% pada 2024 yang dimotori secara langsung dengan peningkatan target penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) pada tahun ini yang mencapai di atas Rp. 470 triliun. Selain itu bagaimana menyelesaikan sisa kredit yang direstrukturisasi karena Pandemi Covid-19 yang jumlahnya sekitar Rp. 469 triliun merupakan agenda yang penting untuk diprioritaskan.

Perkembangan positif industri perbankan Nasional tidak berarti tidak ada masalah yang perlu ditangani dalam rangka mendorong perbankan nasional menjadi kekuatan pendorong pembangunan. Paling tidak ada dua hal yang perlu menjadi perhatian industri perbankan. Pertama, meningkatkan efisiensi operasional perbankan nasional adalah keharusan. Efisiensi perbankan nasional relatif rendah karena struktur pasar dari industri itu sendiri. Struktur pasar industri perbankan belum ideal di mana saat ini masih ada lebih dari 100 bank. Ini memerlukan perampingan jumlah agar efisien secara ekonomis (economies of scale) dapat dinikmati. Karena itu program konsolidasi perbankan nasional tetap harus dijalankan secara konsisten.

Struktur pasar yang kurang ideal ini berakibat pada penetapan suku bunga yang tidak efisien. Sebagaimana disampaikan oleh presiden Jokowi, suku bunga kredit perbankan nasional relatif tinggi. Secara kajian industrial economics, struktur pasar yang cenderung monopolistik, rendahnya efisiensi dan ditambah faktor inflasi merupakan sumber marjin bunga kredit yang tinggi. Data Per November 2022, NIM ada di level 4,70%. Itu naik dari 4,32% pada Desember 2020 dan 4,51% pada Desember 2021. BOPO perbankan saat ini masih 77,18%.

Wanti-wanti Presiden agar OJK menjaga kepercayaan terhadap sistem dan lembaga keuangan. Program OJK berupa penguatan Tata Kelola Industri Perbankan (Good Bank Governance Practice) yang bertujuan untuk memastikan bahwa tata kelola (GCG) berjalan sesuai dengan harapan masyarakat harus menjadi prioritas OJK.

Terkait ini pengaturan, pengawasan dan tindakan disipliner harus dilakukan secara konsisten dan adil. Ini juga terkait dengan bagaimana inovasi produk perbankan hanya ditujukan untuk mendorong kenaikan efisiensi bukan dilakukan untuk mengakali aturan yang berlaku (Circumventing Regulation).

OJK juga harus memastikan tidak terjadi pengalihan bisnis (regulatory arbitrage) oleh Industri Jasa Keuangan (IJK) ke aktifitas shadow banking yang tidak atau kurang diatur.
Karena itu pengawasan yang sifatnya konsolidasi harus semakin ditingkatkan. Selama ini promosi efisiensi, tata kelola dan inovasi telah menjadi bagian penting dari semangat OJK sebagai otoritas.

Ke depan imbauan moral (moral suasion) yang lebih signifikan agar industri jasa keuangan dan khususnya perbankan menjadi kontributor pendanaan bagi kegiatan ekonomi produktif sangat diperlukan. Ini khususnya terkait kredit ke sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Perbankan harus menjadi sumber kekuatan untuk mendorong agar pertumbuhan ekonomi terjaga karena tanpa pertumbuhan ekonomi, perbankan juga tidak akan tumbuh.

Berbagai tantangan dan harapan di atas sepertinya sudah dipahami OJK yang sudah menyiapkan tiga prioritas kebijakan OJK pada 2023 untuk semakin memperkuat industri jasa keuangan termasuk perbankan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dengan meningkatkan kapasitas organisasi OJK. Kebijakan-kebijakan itu tentunya sangat diharapkan semakin meningkatkan peran OJK dan industri jasa keuangan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional dan melindungi kepentingan masyarakat. (wartakalteng)