Palangka Raya – Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Tengah (Prov.Kalteng) bekerja sama dengan Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Kemenkes RI dan Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan melakukan Survei Monitoring Resitensi Insektisida di Kabupaten Kapuas, Minggu (04/06/23).
Kemajuan program malaria di Indonesia terlihat dari semakin banyaknya kabupaten/kota yang mencapai eliminasi malaria, sampai akhir Tahun 2019 sebanyak 300 Kabupaten/Kota telah mencapai eliminasi malaria, yang mencakup sejumlah 205,699,740 (74%) penduduk yang telah hidup di daerah bebas malaria. Angka kesakitan malaria berdasarkan Annual Paracite Incidence (API) di Indonesia dari tahun 2009 sampai 2018 terjadi kecenderungan menurun yaitu 1,85 per 1000 penduduk dengan jumlah kasus sebanyak 418.439 pada tahun 2009 0,93 dengan jumlah kasus sebanyak 250.644 pada tahun 2019.
Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi permasalahan kesehatan masyarakat yang sangat mempengaruhi angka kematian dan kesakitan bayi, anak balita dan ibu hamil serta dapat menurunkan produktivitas tenaga kerja. Oleh karena itu program malaria masih menjadi prioritas ditingkat nasional maupun global, hal tersebut tertuang dalam tujuan 3.3 indikator Sustainable Development Goals (SDGs), di tingkat nasional malaria masuk dalam indikator RPJMN dan Renstra Kemenkes tahun 2015-2019 serta program prioritas yang dipantau Kantor Staf Kepresidenan (KSP).
Surveilans merupakan kegiatan penting dalam upaya eliminasi, karena salah satu syarat eliminasi adalah pelaksanaan surveilans yang baik, baik itu surveilans kasus maupun surveilans faktor risiko dan surveilans vektor. Kegiatan surveilans ini disesuaikan berdasarkan tahapan eliminasi malaria pada masing-masing daerah.
Berdasarkan endemisitasnya, wilayah (provinsi atau kabupaten/kota) dibagi menjadi 4 tahapan, yaitu: tahapan akselerasi, intensifikasi, eliminasi/pembebasan dan pemeliharaan. Strategi kegiatan pengendalian malaria mengacu ke tahapan strategi tersebut, dan satuan administratif yang digunakan adalah Kabupaten/ Kota.
Pengendalian vektor merupakan kegiatan yang dilakukan di daerah reseptif pada semua tahapan endemisitas. Yang dimaksud daerah reseptif adalah daerah dengan vektor malaria (nyamuk Anopheles spp). Reseptifitas diketahui berdasarkan survey/ pemantauan indikator/ standar baku mutu vektor. Berdasarkan Permenkes no 50 tahun 2017, standar baku mutu vektor anopheles adalah : (a) Man Biting Rate (MBR), yaitu jumlah gigitan nyamuk per orang per malam. Nilai baku mutu adalah <0,025. (b) Indeks habitat, yaitu persentase habitat tempat perkembangbiakan yang positif larva Anopheles. Nilai baku mutu adalah <1.
Untuk mengetahui status resistensi suatu insektisida pada serangga sasaran, maka dilakukan uji resestensi di wilayah tersebut. Pengujian resistensi mengikuti Pedoman Uji Resistensi Insektisida yang dikeluarkan oleh Direktorat P2PTVZ menggunakan metode CDC bottle atau Bioassay.
Tujuan dari Kegiatan Survei Monitoring Resistensi insektisida ini adalah untuk mengetahui status resistensi insektisida golongan tertentu pada Anopheles spp di daerah sasaran.
Kegiatan survei monitoring resistensi insektisida dilakukan di 10 kabupaten yang menggunakan insektida malaria secara regular, terutama daerah endemis tinggi malaria. Mengacu pada Buku Panduan Monitoring Resistensi Vektor Terhadap Insektisida, maka kegiatan pemantauan resistens dilakukan setiap tahun sekali.
Perluasan cakupan kabupaten yang melakukan uji resistensi sangat diperlukan untuk menentukan kebijakan penggunaan Insektisida secara nasional. Semakin banyak kabupaten/ kota yang melakukan uji resistensi insektisida maka data yang didapat semakin baik dan valid sehingga keputusan rotasi penggunaan insektisida juga bisa tepat.
Kegiatan ini dilaksanakan selama 8 Hari, dari tanggal 4 – 11 Juni 2023 dengan pembiayaan bersumber dari GF AT Komponen Malaria Tahun 2023.(wartakalteng)