Linae Victoria Aden : TPPO Harus Dihadapi Bersama
Palangka Raya – Kasus Tindak Pindana Perdagangan Orang atau sering di dengar dengan TPPO sedang ramai menjadi sorotan publik. Beberapa pihak terkait terus berusaha memberikan edukasi akan bahayanya kasus ini.
Kepala Dinas P3APPKB Provinsi Kalimantan Tengah Linae Victoria Aden menjelaskan beberapa hal terkait TPPO ini, menurut dirinya masyarakat perlu tau bahwa pelaku TPPO ini memilih korbannya yang ekonomi lemah dan minim ilmu “perlu diketahui bersama bahwa pelaku TPPO biasanya memilih kelompok rentan sebagai korbannya khususnya wanita dan anak yang berekonomi lemah dan minim ilmu pengetahuan.”jelas wanita yang akrab disapa Ina Aden ini.
TPPO merupakan tindakan perekrutan, pengangkutan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, Penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, mengakibatkan orang tereksploitasi.
Dirinya juga mengatakan jika TPPO bisa dicegah dengan upaya-upaya yang dapat di lakukan seperti sosialisasi dan edukasi. “upaya-upaya pencegahan tentunya diharapkan saling bersinergi dari berbagai pihak baik itu pemerintah, lembaga/organisasi swasta, maupun masyarakat secara langsung.”ujarnya.
Peran pemerintah tentunya dalam hal regulasi, sosialisasi, edukasi ataupun advokasi terkait TPPO. Dengan dilakukannya upaya-upaya tersebut harapannya kasus-kasus TPPO dapat dicegah dan untuk mengantisipasi segala kemungkinan terjadinya TPPO.
“Cara efektif untuk mencegah terjadinya TPPO adalah tentunya dengan dimulai dari masing-masing keluarga terlebih dahulu. Dengan menerapkan pola pengasuhan dan relasi yang positif dalam keluarga diharapkan dapat meminimalisir segala kemungkinan tindak kejahatan terjadi pada anggota keluarga terutama pada perempuan dan anak.” pungkasnya ketika di wawancara melalui aplikasi pesan singkat, senin 17/7/23.
“Diantaranya dengan kedekatan hubungan didalam keluarga, jika menghadapi masalah agar dapat menceritakan kepada orang terdekat bukan ke media sosial ataupun orang yang baru dikenal, melakukan pengawasan dan pendampingan bagi anak dalam penggunaan sosial media dan relasi sosialnya, kedekatan hubungan emosional terhadap anggota keluarga (perempuan dan anak), serta menyediakan rasa nyaman dalam keluarga. Selain itu, membekali diri dengan berbagai pengetahuan mengenai segala bentuk TPPO serta iming-iming yang biasanya diberikan oleh pelaku/oknum termasuk cerdas dalam bermedia sosial dan tidak mudah termakan berita hoax yang bisa menjadi sumber informasi yang salah misalkan tawaran pekerjaan dan lainnya.”tegasnya lagi.
Menurut Ina Aden, Sekarang ini pemerintah sudah mengeluarkan berbagai peraturan mengenai TPPO termasuk layanan apa saja yang dapat diterima oleh para korban. ” Dalam hal ini, merupakan upaya pemerintah dalam pemenuhan perlindungan bagi para korban. Misalkan layanan pemulangan ke daerah asal, pendampingan dan pemulihan psikologis bagi para korban. Selain itu, sekarang ini juga sudah ada Gugus Tugas TPPO yang didalamnya beranggotakan dari berbagai instansi terkait dengan maksud upaya penanganan korban termasuk dalam upaya perlindungam hukum bagi korban dapat semakin efektif dan terpenuhi dengan maksimal.”ujarnya.
Ina juga menjelaskan Dampak TPPO bagi korban beragam dan belum tentu sama pada setiap orang. Namun pada dasarnya akan ada dampak baik secara fisik maupun psikis korban, dimana hal tersebut bisa jadi dirasakan dalam jangka panjang ketika korban tidak pulih sepenuhnya.
“Adanya dampak fisik, psikologis, dan dampak sosial serta emosional yang dialami oleh keluarga dan korban perdagangan manusia itu sendiri. Dampak yang ditimbulkan tersebut diantaranya terkucilkan, depresi (gangguan jiwa berat), bila mengalami penyiksaan akan terjadi cacat fisik, putus asa dan hilang harapan, terganggunya fungsi reproduksi, kehamilan yang tidak diinginkan, bila dilacurkan akan beresiko terinfeksi HIV-AIDS, kematian bagi si korban, adanya rasa malu yang dialami oleh keluarga korban, merasa adanya pandangan negatif oleh masyarakat sekitar, dan lainnya.”tutupnya.(wartakalteng)