Stunting Naik atau Turun? Begini Penjelasan Kadis P3APPKB Provinsi Kalteng
Palangka Raya – Kepala Dinas P3APPKB Provinsi Kalimantan Tengah ,Linae Victoria Aden Ketika di Hubungi Senin 17/7/23 menjelaskan “Prevalensi Stunting Kalimantan Tengah mengalami penurunan dari 27,4 persen pada tahun 2021 menjadi 26,9 persen pada tahun 2022.Namun angka tersebut masih lebih tinggi dari angka nasional (24,4%) ,dan masih diatas ambang batas WHO (<20%), serta masih jauh dari target 15,8 persen pada Tahun 2024.” ungkapnya.
“Prevalensi stunting mengalami kenaikan dengan kata lain Tingkat stunting sebagai dampak kurang gizi pada balita melampaui batas yang ditetapkan WHO atau kurang dari 20%,. Stunting adalah kondisi ketika balita memiliki tinggi badan dibawah rata-rata. Hal ini diakibatkan asupan gizi yang diberikan, dalam waktu yang panjang, tidak sesuai dengan kebutuhan. Stunting berpotensi memperlambat perkembangan otak, dengan dampak jangka panjang berupa keterbelakangan mental, rendahnya kemampuan belajar, dan risiko serangan penyakit kronis seperti diabetes, hipertensi, hingga obesitas.” tambahnya.
Pemerintah telah melakukan dua intervensi holistik yaitu intervensi spesifik dan intervensi sensitif. Intervensi spesifik adalah intervensi yang ditujukan kepada anak dalam 1.000 hari pertama kehidupan (HPK) dan kepada ibu sebelum dan di masa kehamilan, yang umumnya dilakukan di sektor kesehatan. Sedangkan intervensi sensitif dilakukan melalui berbagai kegiatan pembangunan di luar sektor kesehatan dan merupakan kerja sama lintas sektor. Untuk menurunkan stunting, 30 persen bergantung kepada intervensi spesifik (dan) 70 persen bergantung kepada intervensi sensitive. Intervensi stunting perlu dilakukan sebelum dan setelah kelahiran. Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah bersinergi dan berkoordinasi dengan Perwakilan Pemerintah Pusat Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) serta lintas sektor lainnya sebagai pelaksana percepatan penurunan angka stunting nasional akan mengoordinasikan upaya intervensi dengan melibatkan kementerian/lembaga terkait.
Menurutnya ada beberapa faktor yang mempengaruhi kenaikan stunting Ekonomi Keluarga, Kondisi Sanitasi, Kunjungan Antenatal Care (ANC), Konsumsi Tablet Tambah Darah (TTD), Inisiasi Menyusui Dini, ASI Eksklusif serta Pola Asuh Orang Tua .
Dalam upaya menurunkan angka stunting terdapat intervensi melalui sektor kesehatan terdapat tiga intervensi spesifik sebelum kelahiran. Pertama, pemberian tablet tambah darah bagi remaja putri dan ibu hamil serta peningkatan asupan gizi. Kedua, meningkatkan pelaksanaan konsultasi ibu hamil dari empat kali menjadi enam kali. Ketiga, memantau perkembangan janin selama kehamilan. Pemerintah Daerah dalam hal ini pemerintah provinsi Kalimantan tengah telah membentuk Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) yang diharapkan keberadaannya mampu secara signifikan menekan prevalensi stunting yang ada di Provinsi Kalimantan Tengah.
TPPS memiliki tugas mengkoordinasikan, menyinergikan, dan mengevaluasi penyelenggaraan percepatan penurunan stunting di Provinsi Kalimantan Tengah. Dikukuhkannya TPPS diharapkan dapat berperan aktif mencapai target yang ditentukan nasional. Sebagai bentuk komitmen Pemerintah daerah akan terus menurunkan angka stunting dengan berbagai inovasi yang menjadi fokus Pemerintah Provinsi Kaimantan Tengah dalam upaya percepatan penurunan stunting yang mencakup Intervensi Spesifik dan Intervensi Sensitif yang dilaksanakan secara konvergen, holistik, integratif, dan berkualitas melalui kerja sama multisektor di pusat, daerah, dan desa. Hal ini juga menjadi tantangan mengingat komitmen dari pemerintah daerah khususnya pada tingkat desa hingga keluarga. Sangat menentukan keberhasilan Penurunan Stunting. beberapa hal sudah dilakukan sebelumnya dalam bentuk sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat mengenai stunting tersebut. Akan dilakukan dengan lebih optimal.
Harapan utama dari Program kerja pemerintah daerah terkait Stunting tentunya adalah menurunnya prevalensi stunting. Berdasarkan kondisi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang dianggap stabil, dan populasi yang besar. Dari komposisi usia penduduk, pada tahun 2030, 70 persen penduduk Indonesia berusia 15-64 tahun, atau berada dalam masa produktif. Komposisi ini disebut sebagai bonus demografi. Kelompok usia produktif inilah, yang jumlahnya diperkirakan 180 juta jiwa, yang akan menjadi motor penggerak perekonomian nasional, bonus demografi ini terancam karena tingginya persentase balita penderita stunting. Padahal, balita saat inilah yang kelak menjadi tenaga produktif tersebut.
Memperhatikan hal tersebut Pemerintah Daerah senantiasa berkomitmen dalam melakukan penguatan terhadap program kerja terkait penurunan stunting, dan memperhatikan beberapa aspek penting dalam aktifitas Regulasi, Kelembagaan, intervensi serta monitoring evaluasi pelaksanaan Penurunan stunting didaerah yang dilakukan secara konvergen serta intervensi yang dilakukan secara terkoordinir, terpadu, dan bersama-sama terhadap kelompok sasaran prioritas untuk mencegah stunting.(wartakalteng)