Film Petualangan Sherina 2 banyak Memakai Lokasi Syuting di Kalimantan

Jakarta – Lokasi menjadi salah satu unsur penting dalam sebuah film. Itu tak hanya menjadi sekadar latar atau setting belaka yang membuat sebuah film terlihat jadi lebih indah atau estetik.

Bahkan sutradara Wong Kar-wai pun sengaja membuat Chungking Express pada 1994 sebagai bentuk cintanya akan lingkungan Hong Kong di era 90-an dan menjadi potret budaya di sana pada zaman tersebut.

Joko Anwar pun sempat mengatakan jika ia selalu memperlakukan lokasi selayaknya sebuah karakter di dalam film yang memberikan warna tersendiri untuk film tersebut.

Hal ini begitu terasa jelas dalam film Petualangan Sherina 2 yang digarap oleh Riri Riza bersama dengan Miles dan Base Entertainment. Beragam lokasi yang ditampilkan di film ini memberikan kesan dan warna tersendiri tentang adegan yang dihadirkan.

Sutradara asal Makassar itu pun menerangkan bahwa ia tak pernah mau menuliskan cerita yang hanya berlatarkan rumah apalagi studio, karena baginya ada ruang khusus yang bisa disajikan melalui lokasi.

“Itu kenapa saya sebagai pembuat film itu saya selalu syuting itu di lokasi, saya gamau syuting, saya gamau menulis cerita yang syutingnya cuma di dalam rumah apalagi di studio. Saya inginnya di tempat yang bisa menggambarkan sebuah budaya, sebuah zaman dan waktu yang spesifik,” Ujarnya di kawasan Epicentrum, Jakarta Selatan, Senin (25/9/23).

Jika menilik ke belakang, pada film Petualangan Sherina yang dirilis pada 2000 ditampilkan beberapa lokasi di Jakarta Selatan yang kini sudah jauh berbeda. Hal ini pun membuat film itu seolah meng-capture bagaimana keadaan lingkungan Jakarta di era 90-an akhir.

Pada film Petualangan Sherina 2, ia pun menghadirkan lokasi yang berbeda yang menampilkan bagaimana perkembangan zaman dan budaya masyarakat saat ini. Yang mungkin saja pada puluhan atau belasan tahun mendatang menjadikan film tersebut sebagai potret zaman.

“Sebenarnya saya percaya film itu harus representing zamannya. Jadi mudah-mudahan kalau kita nonton Petualangan Sherina kita bisa melihat Jakarta di akhir 90-an, dan melihat film ini (Petualangan Sherina 2) kita jadi mengingat kalau kita nonton 30 atau 40 tahun lagi kita melihat masih ada KRL, apartemen lagi banyak dibangun tapi masih ada jalan-jalan kayak Fatmawati yang bertumpuk,” paparnya.

“Jadi saya pikir kita punya kesempatan pada film itu untuk menggambarkan lingkungan kita sebagai sebuah dokumentasi zaman. Itu yang saya pengin banget dan penting sih untuk saya,” tambahnya.

Jika mengulas soal beberapa lokasi yang dihadirkan di film tersebut, memang ada nuansa yang sangat berbeda dibandingkan film pertamanya. Sherina yang kini sudah dewasa tentunya menjalani kehidupan yang lebih dinamis.

Beralih dari perkebunan menjadi hutan juga memberikan kesan tersendiri. Lokasi hutan Kalimantan pun jadi konflik penting pada alur cerita yang di hadirkan di sana.

Apalagi film ini ditampilkan dalam pace yang lumayan cepat dengan beberapa adegan aksi di dalamnya yang membuat petualangan Sherina di kala dewasa seperti tumbuh bersama para penonton-penontonnya.(wartakalteng)