Maraknya Pengguna Pinjol di Kalangan Muda, OJK dan AFPI Serukan Peningkatan Keamanan Data

Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan bahwa mayoritas pengguna pinjaman online (pinjol) ilegal adalah kalangan muda, dengan rentang usia 26 hingga 35 tahun. Data ini diperoleh dari Satgas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PASTI), seperti yang disampaikan oleh Friderica Widyasari Dewi, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK.

“Pengaduan terkait pinjol ilegal periode 1 Januari hingga 30 Juni 2024 didominasi oleh rentang usia 26-35 tahun,” ujar Kiki, sapaan akrab Friderica, Rabu (10/7/2024).

Kiki menyebut bahwa sebagian besar pelaku pinjol ilegal menggunakan server di luar negeri, sebagaimana diungkapkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika. Modus operandi yang serupa dan kemunculan kembali setelah diblokir dengan sedikit perubahan identitas mengindikasikan aktivitas di luar wilayah Indonesia serta penggunaan rekening bank asing.

OJK dan Satgas PASTI mencatat menerima 8.213 aduan terkait pinjol ilegal dan telah menghentikan 1.739 entitas keuangan ilegal dalam periode 1 Januari hingga 30 Juni 2024.

Mengingat semakin beragamnya modus operandi pinjol, seperti penyalahgunaan data pelamar kerja, OJK mengingatkan masyarakat untuk tidak sembarangan memberikan informasi pribadi. Banyak kasus di mana konsumen tidak menyadari data pribadinya digunakan untuk pinjaman online atau membuka rekening untuk judi online.

Dalam banyak kasus, korban diiming-imingi sejumlah uang untuk meminjamkan KTP mereka, yang kemudian digunakan pelaku untuk membuka rekening dan mencairkan pinjaman. Banyak korban baru menyadari setelah mendapatkan tagihan kredit yang tidak mereka lakukan, dan kemudian melaporkan ke OJK.

Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), Entjik S Djafar, mengecam keras tindakan oknum yang menyalahgunakan data pribadi untuk tindakan kriminal. Entjik menjelaskan bahwa kasus pencairan dana pinjol atas nama pelamar kerja tanpa sepengetahuan mereka adalah bentuk penipuan dan penyalahgunaan data.

AFPI saat ini meningkatkan pengendalian risiko untuk mitigasi yang lebih selektif dan memperkuat teknologi pembelajaran mesin guna mendeteksi pencurian data atau data fiktif. Mereka juga berencana membentuk satuan tugas untuk mendalami persoalan ini dan mengusulkan model mitigasi risiko yang diterapkan di semua platform.

Entjik mengimbau masyarakat untuk berhati-hati dalam menyerahkan data pribadi dan segera melapor kepada pihak berwenang jika menemukan indikasi pelanggaran oleh perusahaan pinjaman online.

“OJK dan AFPI terus berupaya melindungi konsumen melalui pengawasan ketat dan penerapan aturan yang konsisten,” pungkasnya.(wk)