Palangka Raya – Seorang siswa kelas 8 di sekolah swasta berasrama (boarding school) di Palangka Raya, Kalimantan Tengah, menjadi korban perundungan oleh teman sebayanya. Insiden yang terjadi pada Jumat (21/2/2025) ini sempat direkam dan viral di media sosial, menimbulkan keprihatinan luas.
Dalam video berdurasi 1 menit 15 detik, korban yang awalnya duduk di ruang tamu rumahnya tiba-tiba dipukul oleh pelaku, diikuti dengan tendangan dan serangan lainnya, hingga korban tersungkur ke lantai dan berteriak kesakitan.
Kepala sekolah, berinisial RR, menyatakan bahwa kasus ini telah diselesaikan melalui mediasi antara orang tua korban dan pelaku pada Rabu (26/2/2025).
“Untuk pelaku sudah dikenakan sanksi tegas, yaitu dikeluarkan dari sekolah,” ujar RR saat dikonfirmasi pada Jumat (28/2/2025).
Salah satu pengajar sekolah, berinisial FH, menambahkan bahwa kejadian ini terjadi di luar jam sekolah, saat libur panjang. Meski begitu, pihak sekolah tetap mengambil tindakan dengan memfasilitasi mediasi antara kedua belah pihak.
Selain pelaku utama, dua teman pelaku yang merekam dan menyaksikan kejadian juga sedang dikaji ulang oleh dewan guru. “Kemungkinan besar mereka juga akan dikenakan sanksi berat, termasuk diberhentikan dari sekolah,” tambahnya.
Berdasarkan keterangan yang diperoleh, aksi perundungan ini bermula dari kesalahpahaman saat bermain futsal. Tidak terima dengan kejadian di lapangan, pelaku membawa dua temannya dan mendatangi rumah korban untuk “memberi pelajaran.”
Terdapat empat siswa yang terlibat dalam kejadian ini:
🔹 Korban (kelas 8)
🔹 Pelaku utama (kelas 8)
🔹 Dua siswa lainnya (kelas 8 dan kelas 9) yang merekam serta menyaksikan kejadian
Ketua Satgas Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kalteng, Widya Kumala, mengecam insiden kekerasan ini dan menekankan bahwa anak-anak harus diajarkan cara menyelesaikan konflik tanpa kekerasan.
“Tindakan kekerasan tidak bisa dibenarkan dalam situasi apa pun. Anak-anak harus dididik untuk menyelesaikan masalah dengan cara yang lebih baik,” ujarnya.
Widya juga mempertanyakan alasan video ini disebarkan secara luas, mengingat pihak keluarga telah berdamai sebelum rekaman menjadi viral. Ia mengingatkan bahwa viral-nya video bisa berdampak buruk terhadap kondisi psikologis anak-anak yang terlibat, baik korban maupun pelaku.
“Langkah bijak saat ini adalah melakukan mediasi lanjutan untuk mencari solusi terbaik bagi anak-anak yang terlibat,” tambahnya. Jika orang tua korban merasa tidak puas, ia menyarankan untuk melaporkan kasus ini ke pihak berwajib, bukan melalui media sosial.
Selain itu, Widya menegaskan pentingnya menjaga privasi dan identitas anak-anak dalam kasus seperti ini, agar mereka tetap mendapatkan perlindungan yang layak.
“Identitas anak harus dijaga, bukan justru disebarluaskan. Mereka memiliki hak untuk dilindungi,” pungkasnya.
Dengan adanya mediasi ini, diharapkan semua pihak dapat mengambil pelajaran dari insiden ini, dan kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang.