Kuala Kapuas – Kejaksaan Negeri (Kejari) Kuala Kapuas, Kalimantan Tengah, resmi menetapkan dan menahan Bendahara Pengeluaran Sekretariat Daerah (Setda) Kabupaten Kapuas berinisial EI sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi.
Penahanan dilakukan pada Selasa (29/4/2025), menyusul hasil penyelidikan penyidik Kejari terhadap dugaan penyimpangan pengelolaan anggaran uang persandian Setda Kapuas tahun anggaran 2023.
“Penahanan dilakukan untuk menghindari kemungkinan tersangka melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau mengulangi perbuatannya, sebagaimana diatur dalam Pasal 21 ayat 1 KUHAP,” ujar Kasi Intelijen Kejari Kapuas, Lucky Kosasih Wiaya, dalam konferensi pers di Aula Kejari, Jalan Ahmad Yani, Kuala Kapuas.
Dijelaskan, EI diduga menyalahgunakan wewenang dalam proses pencairan dan pengelolaan dana persandian yang seharusnya dialokasikan kepada Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK). Dari total anggaran Setda Kapuas tahun 2023 sebesar Rp73 miliar, EI mengajukan pencairan dana persandian sebesar Rp1 miliar, yang disetorkan ke rekening pribadinya sebagai bendahara pengeluaran.
“EI mengajukan Ganti Uang Persediaan (GUP) sebanyak 17 kali dengan total mencapai Rp14 miliar. Namun, dalam prakteknya, proses transfer kepada PPTK dilakukan tidak sesuai prosedur dan jumlah yang seharusnya,” jelas Lucky.
EI disebut kerap melakukan transfer melebihi jumlah permintaan, lalu meminta kelebihan dana tersebut secara tunai. Sementara itu, kepada beberapa PPTK lainnya, EI justru melakukan transfer di bawah nilai yang diajukan, dengan alasan keterbatasan dana cair, meskipun anggaran tersebut telah sepenuhnya dicairkan oleh Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD).
Modus ini terus dilakukan hingga akhir tahun anggaran, termasuk dengan mentransfer dana GU ke rekening PPTK tanpa dasar kegiatan yang sah. Akibatnya, dana persandian tidak dapat dipertanggungjawabkan dan menimbulkan kerugian negara sebesar Rp1 miliar.
“Atas perbuatannya, EI dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 ayat (1) huruf b, ayat (2), dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” pungkas Lucky.(red)